Jumat, 06 Juni 2008

Gagasan Pembaharuan Zakat Fitri

Oleh: Sahroni

Telah muncul ide berbau kontroversial dari Drs Yasin M Ag(Dosen STAIN KUDUS –Sekaligus sebagai Puket III Stain Kudus) dalam bidang fiqh. Zakat fitri yang telah berjalan lama di Indonesia menjadi fokus sorotannya. Ia menilai pelaksanaan zakat fitri di Indonesia saat ini kurang tepat dan sesuai dengan zakat yang telah dijalankan pada masa nabi SAW. Ini bukan karena kebodohan ulama-ulama Indonesia pada zaman dahulu melainkan adanya kemungkinan zakat fitri belum pernah ditinjau kembali dari segi sosio-historis. Pendekatan sosio-historis terhadap zakat fitri telah mendorong Yasin untuk mengagas kemungkinan pembahauan ini. Artikel tentang gagasannya telah dimuat pada majalah “ADDIN” edisi XIV, oktober –desember 1998.

Artikel tersebut berisi tentang pembahasan dari empat masalah yang diangkatnya, yaitu:

1. Yang benar antara istilah zakat fitri dan zakat fitrah

2. Kesesuaian dari kurma, gandum, susu beku, dan anggur kering dengan makanan pokok lain yang digunakan untuk berzakat di berbagai negara

3. Dinamika bentuk zakat fitri

4. Tercapai atau tidaknya tujuan zakat fitri.

Tentu pendapat dalam artikel tersebut tidak bisa dicela begitu saja atau sebaliknya diterima secara langsung, namun perlu direspon oleh seluruh cendekiawan muslim terutama ulama-ulama Indonesia yang mengetahui kondisi sosial ekonomi secara riil masyrakat Indonesia.

Baik respon positif ataupun negatif, semuanya harus didasari dengan dalil-dalil baik aqli maupun naqli yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terpengaruh hawa nafsu ataupun keterdesakan dalam ekonomi.

A. Respon Secara umum

Menurut hemat penulis, drs Yasin M Ag, pada tulisannya, mengisyaratkan kepeduliannya terhadap dunia islam dan orang islam di dunia. Gagasannya berinti pada tercapainya ketidaksenjangan sosiala dan finansial yang cukup tinggi antar orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia. Pendapatnya didasari denagn dalil-dalil yang kuat dan terkesan tidak dipengaruhi kepentinagn pribadi.

Upayanya dalam berislam dan berijtihad – tercermin dari tulisannya – telah membuat peluang terbukany senyuman fakir-miskin dengan lebih natural. Senyuman itu brsirastkan perasaan ingin mengucapkan terima kasih, baik kepada Yasin(selaku penggagas) ataupun lepada orang-orang yang menerima, mengikuti, dan menjalankan gagasannya.

B. Istilah Zakat Fitri

Tidak salah jika Yasin mengatakan bahwa istilah yang benar adalh zakat fitrei, bukan zakat fitrah. Hal ini karena istilah zakat fitrah(yang berarti kewajiban yang menghantar diri kesucian diri menuju “fitrah”) tidak terdapat pada al qur’an maupun al sunnah, sepengetahuan penulis.Bahasa arab memang cukup kompleks sehingga dalam kaitannya dengan bahasa Indonesia kadang terjad salah dalam pengucapan kalau ditinjua kembali dari kaca mata bahasa Arab. Secara oral misalnya kata aina(di mana) dan kata ‘aina-(pada mata-). Sedangkan contoh kesalahan secara lafal misalnya fitrah dan fitrah.

Kaum muslim Indonesia menyebut zakat fitri dengan zakat fitrah sesungguhnya bukan tanpa alasan yang tidak berdasar. Fath al Qarib,salah satu dari banyaknya kitab syafi’iyah yang dianut oleh kaum muslim seantero indonesia, menyatakan bahwa zakat fitri juga disebut dengan zakat fitrah; fitrah yang bermakna kejadian awal manusia atau kesucian[1]. Jadi ada dua kemungkinan dalam makna fitrah . Bisa juga bermakna makanan(masdar sima’i dari fatara), ini adalah kemungkinan pertama. Kemungkinan yang kedua adalah bermakna makanan.

C. Perbandingan Bentuk Zakat Dengan Bahan Makanan Pokok

Zakat berbentuk beras – atau yang seharganya- yang berjalan di Indonesia, oleh Yasin dianggap tidak sebanding dengan zakat yang dijalankan Nabi. Dengan kata lain beras 2,5 kg dianggap tidak sebanding dengan kurma 2,5 kg dari berbagai aspek, terutama aspek penghidangan dan – menurut penulis- aspek harga.

Dari segi penghidangan, seperti yang dikatakan Yasin, beras membutuhkan lauk, sayur, dll sebagai pelengkap untuk memakannya secara standar. Tidak seperti beras, cara memakan kurma secara standar adalah tanpa pelengkap apapun, untuk dihidangkan kepada orang-orang dalam stratifikasi sosial ataupun finansial manapun. Begitu pula penghidangan tiga bahan zakat pada hadis Nabi selain kurma; gandum, susu beku, dan anggur kering, untuk dimakan secara standar tidak membutuhkan pelengkap(yang bisa jadi biaya pelengkapnya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan pokoknya).

Dari segi harga, harga kurma misalnya, dapat berkali-kali lebih tinggi dari harga beras. Dapat dicontohkan bahwa harga beras saat ini berkisar Rp 5.000,- fluktuatif sedangkan harga kurma arab asli berkisar(dalam rupiah) Rp 80.000,- an fluktuatif, dan harga kurma indonesia hanya Rp 20.000 – 30.000. Jika ketiganya dibulatkan; harga beras Rp 5.000, harga kurma Indonesia Rp 25.000, dan kurma arab asli Rp 80.000, maka perbandingan ketiganya menjadi 1: 5 : 16. Perbandingan tetap tinggi dan selisih tetap jauh meskipun tanpa menyertakan biaya lauk dan pelengkap lain untuk beras. Maka tidak salah jika Yasin berani berpendapat bahwa zakat dengan beras tidak sebanding dengan zakat yang menggunakan kurma atau tiga bahan makanan pokok lainnya.

Di sisi lain, fakta Indonesia sangat berbeda dengan Arab Saudi dari segi ekonomi dan ketertiban sosial, seperti yang penulis lihat dari berbagai media. Secara umum Indonesia dan Arab Saudi merupakan negara kaya. Namun, berbeda dengan Arab Saudi, kekayaan indonesia terkorup. Hal ini sebagai salah satu penyebab terjadinya keterpurukan ekonomi Indonesia yang akhirnya berimbas negatif terhadap aspek-aspek yang lain, misalnya ketertiban dan keamanan.

Sayang penulis tidak berpengetahuan cukup luas tentang kondisi ekonomi kedua negara secara spesifik. Padahal itu relevan terhadap pertimbangan pembaharuan atau penyesuaian zakat, salah satu contohnya yaitu pendapatan per kapita. Hal-hal yang lain misalnya perbandingan atau persentase masyarakat fakir miskin dengan masyarakat bukan fakir miskin. Biasanya, golongan fakir miskin merupakan golongan masyarakat terbanyak.[2]

D. Dinamika Bentuk Zakat Fitri

Pernyataan Yasin dalam tulisannya tersebut pada halaman 12 agak ragu mengatakan bahwa ta’am(makanan pokok) dikembalikan kepada empat makanan yang disebutkan Nabi secara jelas(kurma, gandum, susu beku, dan angggur kering ). Penulis secara tegas menyalahkan pendapat Yasin yang terkesan ragu-ragu dengan menggunakan kata “nampaknya”. Menurut penulis, ta’am tidak dikembalikan kepada empat makanan itu.

Dalam penelusuran penulis dalam kitab fiqh Fath al Wahhab dengan syarah Minhaj al Thullab, ta’am berdiri sendiri dan tidak merupakan hyponim(kata umum) dari hypernim(kata khusus) kurma, gandum, susu beku, dan anggur kering. Hal ini disebutkan dalan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al Syaikhani[3], yang keduanya dikenal sebagai priaat hadis-hadis shahih. Kata ta’am berdiri sendiri dan posisinya sejajar dengan empat makanan pokok itu. Apalagi ta’am di sini relatif berbeda pada setiap negara. Penulis tetap sependapat dengan Yasin dalam hal ketidaksebandingan empat makanan itu dengan beras di Indonesia, seperti yang penuis paparkan di atas.

E. Tercapai Atau Tidaknya Tujuan Zakat Fitri

Tujuan dapat dikatakan tercapai atau tidak jika diadakan penilaian atau penilaian perkiraan perbandingan antara fakta hasil dari penerapan zakat cara sebelum digagas dengan zakat gagasan baru. Jika zakat dengan cara digagas lebih bisa menekan kesenjangan sosial dan finansial dari pada zakat dengan cara lama(yang hanya dengan 2,5 kg beras), tujuan zakat fitri tercapai, karena zakat mempunyai berbagai tujuan yang dapat ditinjau dari berbagai aspek sebagai berikut[4]:

a. Hubungan manusia dengan Allah

b. Hubungan manusia dengan dirinya

c. Hubungan manusia dengan masyarakat

d. Hubungan manusia dengan harta benda.

Pandangan Penulis Terhadap Respon Masyarakat Indonesia Secara Umum

Telah sembilan tahun berlalu semenjak tulisan Yasin dimuat pada majalah ADDIN pada tahun 1998. 9 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Gagasan zakat ini tidak terespon secara cepat dibandingkan dengan respon masyarakat Indonesia terhadap Bank Syariah. Ada berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab lambatnya respon terhadap gagasan zakat ini. Di antaranya adalah sekup publikasi yang belu cukup luas, masyarakat tingkat menengah merasa terbebani dengan pelipatgandaan biaya zakat yang harus dikeluarkan, dan lain sebagainya.

Reference:

Mudjahit, dkk. 1997. MATERI POKOK FIQIH II. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universtas Terbuka

Rahman, Abdur. 2001.Terjemah Fath al Qarib. Jakarta: Al Hikmah



[1] Abdur Rahman, Terjemah Fath al Qarib, Al Hikmah, Jakarta, hlm.155

[2] Drs. Mudjahit, MATERI POKOK FIQIH II, 1997, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universtas Terbuka, hlm.244

[3] Kitab Fiqh ”Fath al Wahhab juz I, Penerbit Alawiyah Semarang, hlm.113

[4] Op. Cit, hlm.242

2 komentar:

Zaim Muhib mengatakan...

Bisa minta tulisan asli pak Yasin tentang pembaharuan zakat Fitri?

uktridvalk mengatakan...

Borgata Hotel Casino & Spa - DRMCD
Borgata Hotel 속초 출장샵 Casino 남양주 출장마사지 & Spa is the 경상북도 출장안마 Borgata's flagship property. This casino is also home to a fleet of exciting 양주 출장마사지 slots and casino games. 진주 출장안마